Fangirl

by - 12:25 PM

Rainbow Rowell
456 Halaman
Penerbit Spring, November 2014
Rp. 74.000,-

Cath dan Wren—saudari kembarnya—adalah penggemar Simon Snow. Oke, seluruh dunia adalah penggemar Simon Snow, novel berseri tentang dunia penyihir itu. Namun, Cath bukan sekadar fan. Simon Snow adalah hidupnya!

Cath bahkan menulis fanfiksi tentang Simon Snow menggunakan nama pena Magicath di Internet, dan ia terkenal! Semua orang menanti-nantikan fanfiksi Cath.

Semuanya terasa indah bagi Cath, sampai ia menginjakkan kaki ke universitas. Tiba-tiba saja, Wren tidak mau tahu lagi tentang Simon Snow, bahkan tak ingin menjadi teman sekamarnya!

Dicampakkan Wren, dunia Cath jadi jungkir balik. Sendirian, ia harus menghadapi teman sekamar eksentrik yang selalu membawa pacarnya ke kamar, teman sekelas yang mengusik hatinya, juga profesor Penulisan Fiksi yang menganggap fanfiksi adalah tanda akhir zaman.

Seolah dunianya belum cukup terguncang, Cath juga masih harus mengkhawatirkan kondisi psikis ayahnya yang labil. Sekarang, pertanyaan buat Cath adalah: mampukah ia menghadapi semua ini?

Setiap channel booktuber yang aku tonton pasti membuat review mengenai Fangirl, atau novel karya Rainbow Rowell lainnya. Itu membuatku penasaran, ingin ikut membacanya. Senang sekali rasanya saat mendengar Penerbit Spring, imprint dari Penerbit Haru, mengeluarkan novel ini sebagai novel terjemahaan pertama mereka. Saking tidak mau ketinggalannya, aku membeli novel ini sesegera mungkin di Gramedia. Aku tidak punya waktu untuk menunggunya muncul di toko buku diskon atau membelinya secara online. I wanted it ASAP! Now, let’s review it :D

"Rasanya menyenangkan menulis di kamarnya sendiri, di tempat tidurnya sendiri. Terhanyut dalam Dunia Mage dan terus begitu, tidak mendengarkan suara apa pun di dalam kepalanya kecuali suara Simon dan Baz. Bahkan tidak juga suaranya sendiri. Ini sebabnya Cath menulis fanfiksi." – halaman 102

Cather ‘Cath’ Avery memulai kehidupan kuliahnya dengan kegelisahan. Semua yang dulu begitu terkendali dan stabil perlahan mulai berubah. Wren, saudari kembarnya, menolak menjadi teman sekamarnya. Itu membuat Cath merasa kesepian. Dia takut dan canggung berkenalan dengan orang-orang baru. Reagan, teman sekamarnya, malah membuatnya lebih buruk. Teman laki-laki Reagen kerap kali mampir ke kamar asmara mereka. Salah satu laki-laki itu bernama Levi, yang Cath yakini sebagai pacar Reagan. Levi tidak berhenti tersenyum kepadanya, atau siapapun. Itu membuat Cath agak gugup saat berada di dekat laki-laki yang lebih tua itu. Lalu Cath juga mencemaskan ayahnya, yang punya masalah mental, tinggal sendirian di rumah. Ayahnya kerap kali berkerja berlebihan dan mengabaikan obat-obatannya.

Hanya menulis lah yang menjadi obat dan pelarian Cath. Di dunia maya, dia dikenal dengan nama pena ‘Magicath’ dan punyai fanfiksi yang dibaca ribuan orang. Fanfiksinya mengenai Simon Snow dan Tyrannus ‘Baz’ Basilton Pitch, dua tokoh penting dari cerita tentang penyihir karya Gemma T. Leslie. Dulu Wren ikut menulis cerita percintaan Simon dan Baz bersama Cath. Kini ada Levi yang memaksa Cath membacakan untuknya. Di dunia nyata, Cath mendapat kesempatan mengikuti kelas Penulisan Fiksi. Di sana dia mengenal Nick dan menjadi rekan untuk salah satu tugas. Setelah itu mereka tetap membuat janji menulis bersama di perpustakaan. Dunia menulis ini mulai membuat Cath putus asa saat Professor Piper menilai tugasnya yang merupakan fanfiksi sebagai salah satu bentuk plagiarisme.

"Cath menyukai Levi. Sangat. Ia suka memandang Levi. Ia suka mendengarkan Levi – meskipun terkadang ia benci mendengarkan Levi bicara dengan orang lain. Ia benci cara Levi menyunggingkan senyum pada siapa saja yang cowok itu temui seolah Levi tidak rugi apa-apa, seolah Levi tidak pernah kehabisan. Levi membuat segalanya terlihat begitu mudah …" – halaman 197

Aku tidak sadar kalau aku menyukai Fangirl sampai akhirnya aku mencapai halaman terakhir. Saat selesai membaca bagian epilog, aku sangat puas sekaligus sedih. Padahal jika diingat-ingat, aku menghabiskan 11 hari untuk membacanya, molor 8 hari dari jadwal membacaku. Di bab-bab awal, aku merasa ceritanya agak lambat. Banyak keterangan tentang tokoh-tokoh pendukungnya yang menurutku tidak penting, soalnya pikiranku terpaku hanya pada hubungan Cath dan Levi. Nama kedua tokoh itu menjadi fokus utama di trailer-nya, promosi yang dilakukan penerbit dan mereka ada di cover!. Tapi kenapa belum ada tanda-tanda yang signifikan? Saat menginjak bab-bab pertengahan, semua keterangan tersebut ternyata berguna dan memunculkan konflik-konflik yang cukup berpengaruh pada kehidupan Cath. Salah satu konfliknya itu mengenai perkembangan Cath dan Levi. Ini membuatku bersemangat sekaligus down saat mengetahui apa yang selanjutnya Levi lakukan (if you have read it, you will know what I mean). Arrrgh, Levi, whyyyyy?

Pembatas bukunya unik

Di bab-bab selanjutnya, ceritanya lebih mengalir, ‘tergambar’ jelas di kepalaku dan semakin rame! Di sini aku sadar ceritanya bukan hanya soal cinta kepada lawan jenis, tapi juga kepada saudara, orang tua dan tentunya dunia fiksi. IMO, ending-nya ditulis secara tersirat. Aku harus kembali ke detail yang disebar di bab-bab sebelumnya untuk memastikan pengertianku tentang makna ending itu tepat. Hmm, cara penulisan yang menarik. Jadi dari awal, cerita diberikan sedikit demi sedikit, di bagian pertengahan, cerita mulai disulam dan mulai menyatu, dan di bagian akhir, semua bagian ceritanya menyatu dengan sempurna. Dengan cara penulisan seperti itu, aku, sebagai pembaca, bisa mengenal setiap tokoh dan menganggap peran mereka penting dalam cerita, tidak hanya tempelan untuk memperbanyak dan memperluas cerita. Tidak ada bagian yang membosankan. Aku bahkan menanti-nanti setiap kemunculan mereka dan perkembangan apa yang dibawanya. I like it! ;D

Potongan cerita Simon Snow karya Gemma T. Leslie

Potongan cerita fanfiksi karya Cath

Tidak hanya jalan ceritanya yang menarik, aku juga jadi mulai memandang fanfiksi secara berbeda. Tulisan itu bukan sekedar ‘pencurian’ tokoh dan setting. Aku juga kagum dengan pembaca seperti Cath, atau penulis fanfiksi lainnya, yang begitu dalam menyelami dan jatuh cinta dengan bacaan mereka. Eh, by the way, kalian yang sudah baca, pernah berpikir kalau ada kemungkinan Simon Snow itu terinspirasi dari Harry Potter? Laki-laki muda yang bersekolah di sekolah sihir, punya musuh yang merupakan ‘sebagian dari dirinya’, akrab dengan kepala sekolah, bukunya sudah diadaptasi menjadi film, dan slogan ‘Keep Calm and Carry On’ yang mengindikasikan sesuatu dari Inggris Raya. Jangan-jangan penulis adalah penggemar berat Harry Potter (duh, siapa sih yang tidak suka?) dan novel ini adalah salah satu bentuk fanfiksi yang ‘legal’. Just a thought ;)

Ada dua hal yang membuatku sedikit kecewa dengan cerita ini. Satu, ada satu konflik yang belum terselesaikan, yaitu hubungan Cath dengan ibu kandungnya, Laura. Sebenarnya aku tidak masalah dengan bagian yang ini. In real life, people come and go without warning or explicit reasons. Tapi karena penulis memutuskan untuk menulis konflik ini, aku rasa penulis punya ‘kewajiban’ untuk memberi solusinya. Dua, sedikit masalah teknis soal penerjemahan. Ada beberapa bagian yang tidak diterjemahkan secara baik. Contohnya ungkapan-ungkapan yang tidak biasa dipakai di Indonesia. Terjemahannya terasa ganjil dan membingungkan jalan cerita. Untuk mengatasinya, aku harus ngebayangin versi bahasa inggrisnya ;o

At last, Fangirl ini punyai cerita yang cukup rumit sekaligus sederhana sehingga tetap menarik untuk dibaca. Cara penulisannya membuatku jatuh cinta tidak hanya pada tokoh utama, tapi semuanya. Novel ini juga cocok untuk para penggemar berat cerita fiksi, penulis fanfiksi atau siapapun yang selalu ingin dan berharap bisa ‘hidup’ di dunia fiksi.  Recommended! :D

You May Also Like

1 comment(s)

  1. Wah, baru tahu kalau pembatas bukunya unik sekali. Jadi makin pengen beli *suka yang unik-unik *pakai dijelaskan segala

    ReplyDelete

Thanks for leave your comment :D